Kamis, 14 Oktober 2010

pemberian obat pada anak

Pendahuluan.
Respon terapetik dan toksisitas merupakan peristiwa yang ditimbulkan sebagai akibat proses farmakodinamik dan farmokinetik (absorbsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi didalam tubuh secara kuantitatif). Dalam praktek pemberian obat pada umumnya didasarkan atas dosis rata-rata, yaitu dosis yang diperkirakan memberikan efek terapeutik dengan efek samping minimal.
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui. Tinggi rendahnya kadar obat dalam cairan darah merupakan hasil dari besarnya dosis yang diberikan, dan pengaruh-pengaruh proses-proses alami dalam tubuh mulai dari absorpsi, distribusi, metabolisme sampai ekskresi obat.
Obat untuk anak biasanya dihitung menurut berat badan. Ada yang dihitung kebutuhan sehari dibagi 3 dosis, ada yang dihitung per kali, lalu diberikan tiga dosis. Sayangnya kemasan obat sering tidak seragam. Kapsul A dan B dari obat yang sama berisi dosis yang lain. Satu sendok dapat berisi miligram obat yang berbeda. Misalnya saja parasetamol: Dosis parasetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali. Misalnya anak dengan berat badan 10 kg memerlukan parasetamol 100-150 mg setiap kali pemberian. Sayangnya, takaran parasetamol berbeda-beda. Satu sendok 5 ml dapat berisi parasetamol 125 mg, 160 mg, atau 250 mg (bentuk Forte). Setiap 0,1 ml drops berisi parasetamol 10 mg.

ISI
I. Demam Tifoid
Demam tifoid masih merupakan masalah besar di Indonesia. Penyakit ini di Indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun. Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.

Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya). S. typhi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa mengandung kuman S typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari. Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun. S. thypi hanya berumah di dalam tubuh manusia

HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalam usus penderita dengan lebih cepat. Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding kandung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada usus kecil, hanya kadang-kadang pada kolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi B dapat menimbulkan lesi pada seluruh bagian kolon dan lambung.

PENGOBATAN
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah :
a. Kloramfenikol :
Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid. Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.Dengan kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata-rata 5 hari.
1. Indikasi:
- Sebagai terapi pilihan utama untuk pengobatan tifoid.
- Untuk infeksi-infeksi berat yang disebabkan oleh
- Salmonella sp.; H. influenzae (terutama infeksi meningeal); Rickettsa; Limphogranuloma; Psittachosis; Gram-negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis.

2. KontraIndikasi:
- Penderita yang hipersensitif terhadap kloramfenikol
- Penderita gangguan fungsi hati yang berat
- Penderita gangguan fungsi ginjal yang berat

3. Farmakologi:
Kloramfenikol merupakan antimikroba berspektrum luas yang efektif terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesa protein sel mikroba.

4. Dosis dan Cara Pemberian:
• Dewasa, anak-anak dan bayi berumur di atas 2 minggu: 50 mg/kg BB sehari dibagi menjadi 3-4 dosis.
• Bayi berumur di bawah 2 minggu: 25 mg/kg BB sehari dibagi menjadi 4 dosis.
5. Efek Samping:
o Diskrasia darah (keadaan dimana sekelompok sel plasma berkembangbiak secara berlebihan dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal) terutama anemia aplastik yang dapat menjadi serius dan fatal.
o Gangguan gastrointestinal misalnya: mual, muntah, diare.
o Reaksi hipersensitif, misalnya: anafilaktik dan urtikaria.
o Sindroma Grey pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur.

6. Interaksi Obat:
Kloramfenikol menghambat biotransformasi senyawa lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosoma hati seperti dikumarol, fenitoin, tolbutamida dan turunan sulfonylurea lainnya.


b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

c. Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol, Dosis untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). dengan ko-trimoksazol demam rata-rata turun d setelah 5-6 hari.

d. Ampislin dan Amoksisilin : Dalam hal kemampuan menurunkan demam,efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol.Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia.Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam.Dengan Amoksisilin dan Ampisilin,demam rata-rata turun 7-9 hari. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu.

e. Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoidtetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti. Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

f. Golongan Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti. Golongan Fluorokuinolon
• Norfloksasin : Dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
• Siprofloksasin : Dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
• Ofloksasin : Dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Pefloksasin : Dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Fleroksasin : Dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

II. VOMITROL
a. GENERIK: MetoklopramidaHCl.
Kerja dari metoklopramida pada saluran cerna bagian atas mirip dengan obat kolinergik (sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya), tetapi tidak seperti obat koliergik, metoklopramida tidak dapat menstimulasi sekresi dari lambung, empedu atau pankreas, dan tidak dapat mempengaruhi konsentrasi gastrin serum.
Cara kerja dari obat ini tidak jelas, kemungkinan bekerja pada jaringan yang peka terhadap asetilkolin. Efek dari metoklopramida pada motilitas usus tidak tergantung pada persarafan nervus vagus, tetapi dihambat oleh obat-obat antikolinergik.
Metoklopramida dapat meningkatkan tonus dan amplitudo pada kontraksi lambung (terutama pada bagian antrum), merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum, serta meningkatkan paristaltik dari duodenum dan jejunum sehingga dapat mempercepat pengosongan lambung dan usus.
Mekanisme yang pasti dari sifat antiemetik metoklopramida tidak jelas, tapi mempengaruhi secara langsung CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) medulla yaitu dengan menghambat reseptor dopamin pada CTZ. Metoklopramida meningkatkan ambang rangsang CTZ dan menurunkan sensitivitas saraf visceral yang membawa impuls saraf aferen dari gastrointestinal ke pusat muntah pada formatio reticularis lateralis.

b. INDIKASI:
- Untuk meringankan (mengurangi simptom diabetik gastroparesis akut dan yang kambuh kembali).
- Juga digunakan untuk menanggulangi mual, muntah metabolik karena obat sesudah operasi.
- Rasa terbakar yang berhubungan dengan refluks esofagitis.
- Tidak untuk mencegah motion sickness

c. KONTRA INDIKASI: Ketika perangsangan motilitas saluran pencernaan bisa membahayakan seperti penyumbatan usus, feokromositoma (suatu tumor yang berasal dari sel-sel kromafin kelenjar adrenal, menyebabkan pembentukan katekolamin yang berlebihan. Katekolamin adalah hormon yang menyebabkan tekanan darah tinggi), epilepsi.

d. PERHATIAN: Anak-anak dan pasien muda usia, hamil, menyusui, diabetes, depresi, pasien yang mengkonsumsi obat lain yang juga dapat menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik. Dibagi emnjadi beberapa kategori yaitu:
o Reaksi Distonia Akut (ADR) adalah spasme atau kontraksi involunter otot skelet
o Akatisia adalah perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak
o Sindrom Parkinson adalah gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik. Koreooatetoid adalah otot lengan, tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali).

e. Interaksi obat :
1. Efek Metoklopramida diantagonis oleh antikolinergik dan analgetik narkotik.
2. Efek aditif dapat terjadi bila metoklopramida diberikan bersama dengan alkohol, hipnotik, sedatif, narkotika atau tranquilizer. Efek aditif adalah Efek yang terjadi bila kombinasi dua atau lebih bahan kimia saling mengkuatkan
3. Kecepatan absorpsi obat pada small bowel dapat meningkat dengan adanya metoklopramida misalnya: asetaminofen, tetrasiklin, levodopa, etanol dan siklosporin
4. Metoklopramida akan mempengaruhi pengosongan makanan dalam lambung ke dalam usus menjadi lebih lambat sehingga absorpsi makanan berkurang dan menimbulkan hipoglikemia pada pasien diabetes. Oleh karenanya perlu pengaturan dosis dan waktu pemberian insulin dengan tepat.

f. EFEK SAMPING:
 Efek SSP: kegelisahan, kantuk, kelelahan dan kelemahan.
 Reaksi ekstrapiramidal: reaksi distonik akut (gangguan tonus otot).
 Gangguan endokrin: galaktore (pembentukan air susu pada pria atau wanita yang tidak sedang dalam masa menyusui), amenore (tidak terjadinya menstruas), ginekomastia (pembesaran kelenjar payudara pada pria), impoten sekunder, hiperprolaktinemia.
 Efek pada kardiovaskular: hipotensi, hipertensi supraventrikular, takikardia dan bradikardia.
 Efek pada gastrointestinal: mual dan gangguan perut terutama diare.
 Efek pada hati: hepatotoksisitas.
 Efek pada ginjal: sering buang air, inkontinensi.
 Efek pada hematologik: neutropenia (neutrofil/pertahanan seluler yang sangat sedikit dalam darah), leucopenia (keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/0 darah), agranulositosis (sering sakit tenggorokan yang tidak sembuh-sembuh dan juga mudah terkena infeksi serta demam).
 Reaksi alergi: gatal-gatal, urtikaria dan bronkospasme khususnya penderita asma.

g. DOSIS:
- Dewasa : 3 kali sehari 5-10 mg.
- Anak berusia 5-14 tahun : 3 kali sehari 2,5-5 mg.
- Anak berusia 3-5 tahun : 2-3 kali sehari 2 mg.
- Anak berusia 1-3 tahun : 2-3 kali sehari 1 mg.
- Bayi berusia 1 tahun ke bawah : 2 kali sehari 1 mg
h. PENYAJIAN: Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah makan)


III. PENYAKIT GOUT
Penyakit gout adalah suatu penyakit metabolit familial yang ditandai oleh suatu arthritis akut berulang karena endapan monosodium urat di persendian dan tulang rawan, dan dapat terjadi pembentukkan asam urat diginjal. Penyakit gout sering dikaitkan dengan kadar asam urat yang tinggi di dalam serum, dimana asam urat merupakan senyawa yang sukar larut yang diperoleh dari metabolisme purin.
Purin dibentuk dari asam amino, asam format, dan karbondioksida dalam tubuh. Namun purin juga dibentuk dari degradasi asam nukleat yang kemudian dikonversi menjadi xantin atau hipoksantin dan dioksidasi menjadi asam urat. Jadi hipoksantin akan diubah menjadi xantin oleh enzim xantin oksidase dan kemudian xantin akan diubah menjadi asam urat ( 2, 6, 8-trioksipurin) oleh enzim xantin oksidase.
a. Pengobatan: ALOPURINOL
Dengan adanya alopurinol, akan menghambat enzim xantin oksidase sehingga terjadi penurunan kadar asam urat dalam plasma dan penurunan timbunan asam urat disertai dengan peningkatan xantin dan hipoksantin yang lebih larut. Mekanisme penghambatan pembentukan asam urat oleh alopurinol yaitu alopurinol yang merupakan isomer dari hipoksantin, bekerja sebagai antagonis kompetitif dari hipoksantin yang dapat dioksidasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloksantin. Hal ini menyebabkan jumlah enzim xantin oksidase yang seharusnya mengubah hipoksantin menjadi xantin dan dari xantin menjadi asam urat berkurang sehingga pada akhirnya produksi asam urat menurun.
Pada awal pengobatan dengan alopurinol dapat meningkatkan serangan arthritis gout akibat kristal urat ditarik dari jaringan dan kadar dalam plasma dibawah normal. Sehingga untuk mencegah serangan akut diberikan kolkisin selama periode awal penggunaan alopurinol. Namun jika alopurinol diberikan dalam gabungan dengan probenesid atau sulfinvirazon maka tidak perlu diberikan kolkisin. Alopurinol dapat terikat dengan lensa mata yang akan menyebabkan katarak.

b. Farmakokinetik
Alopurinol hampir 80% diabsorpsi setelah pemberian peroral. Seperti asam urat, alupurinol dimetabolisme sendiri oleh xantin oksidase. Senyawa hasilnya yaitu aloxantin, yang dapat mempertahankan kemampuan menghambat xantin oksidase dan mempunyai masa kerja yang cukup lama, sehingga alopurinol cukup diberikan hanya sekali sehari.
Onset dari alopurinol yaitu 1 – 2 minggu. Absorbsi alopurinol bila diberikan secara peroral adalah 60% dari dosis pemberian. Volume distribusinya 1,6 L/Kg dan metabolisme menjadi metabolit aktif oxypurinol ( 75% ). Ekskresi alopurinol dalam urin sebesar 76% dalam bentuk oxypurinol dan 12% dalam bentuk utuh. T ½ dari alopurinol adalah 1 – 3 jam. Klirens alopurinol pada dosis 200 mg per hari adalah 10 – 20 ml/menit. Untuk dosis 100 mg per hari, klirens alopurinol yaitu 3 – 10 ml/menit sedangkan untuk sediaan extended dengan 100 mg per hari, klirens alopurinol < 3 ml/menit.




c. Interaksi obat.
Jika alopurinol diberikan bersamaan dengan kemoterapi merkaptopurin maka dosisnya harus dikurangi hingga kira – kira 25%. Alopurinol juga dapat meningkatkan efek siklofosfamid (salah satu alkylating agent dan golongan) dan dapat menghambat metabolisme probenesid dan antikoagulan oral serta dapat meningkatkan konsentrasi besi di hati. Keamanan pada anak – anak dan masa kehamilan belum ditentukan. alkylating agent adalah yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya
• Alopurinol dapat meningkatkan toksisitas siklofosfamid (depresi sumsum tulang, infeksi, alopesia, sistitis hemoragik dan infertilitas )dan sitotoksik lain.
• Alopurinol dapat menghambat metabolisme obat di hati, misalnya warfarin.
• Alopurinol dapat meningkatkan efek dari azatioprin dan merkaptopurin, sehingga dosis perhari dari obat - obat tersebut harus dikurangi sebelum melakukan pengobatan dengan Alopurinol.
• Alopurinol dapat memperpanjang waktu paruh klorpropamid dan meningkatkan resiko hipoglikemia, terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
• Efek Alopurinol dapat diturunkan oleh golongan salisilat dan urikosurik, seperti probenesid.


d. Dosis.
o Dosis awal 100 mg/hari. Dosis harian 300 mg selama 3 minggu.
o Kolkisin atau indometasin diberikan selama minggu pertama terapi alopurinol untuk mencegah serangan arthritis gout yang kadang – kadang timbul.
o Sedangkan untuk penderita gangguan fungsi ginjal dosisnya 100 – 200 mg per hari, untuk hiperurisemia sekunder dosisnya 100 – 200 mg per hari.
o Untuk anak – anak 6 – 10 tahun dosisnya 300 mg sehari, anak dibawah 6 tahun 150 mg sehari.
o 10 - 20 mg/kg BB sehari atau 100 - 400 mg sehari. Penggunaan pada anak-anak khususnya pada keadaan malignan terutama leukimia.

e. Efek samping.
Efek samping yang sering terjadi ialah reaksi kulit seperti kemerahan pada kulit, sehingga penggunaan obat harus dihentikan karena dapat menyebabkan gangguan yang lebih berat. Reaksi alergi yang mungkin terjadi berupa demam, menggigil, leukopenia atau leukositosis, eusinofilia (kadar eosinofil yang tinggi melepaskan bahan racun yang dapat membunuh parasit dan menghancurkan sel-sel yang abnormal) , artralgia (rasa nyeri pada satu sendi) dan pruritis (rasa gatal pada kulit). Selain itu, efek samping yang dapat terjadi ialah intoleransi saluran cerna yang meliputi mual, muntah, dan diare serta dapat menimbulkan neuritis perifer, pastkulitis nekrotikan, depresi elemen sumsum tulang dan aplastik anemia ( namun jarang terjadi ). Adanya toksisitas pada hati dan nepritis interstitial telah dilaporkan.


IV. Obat flu pada anak
Flu biasanya menular melalui batuk atau bersin dan melalui kontak langsung. Virus flu masuk melalui mulut, hidung atau bahkan dengan hanya bersalaman dengan orang yang menderita flu. Flu juga dapat menyebar melalui penggunaan barang secara bersama-sama, misalnya telepon atau peralatan makan dan minum.
Flu dapat disertai gejala seperti batuk, demam ringan, sakit kepala, nyeri telinga, rasa lelah, mata merah dan berair. Flu dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, terlebih bagi anak-anak yang semestinya masih aktif bermain dan bersekolah.
Jika dibiarkan begitu saja, flu dapat mengakibatkan komplikasi antara lain otitis media (infeksi telinga akut), sinusitis, bronkitis kronik, dan pneumonia. Diantaranya, pneumonia pneumokokus merupakan komplikasi yang sering terjadi dan paling serius. Untuk itulah diperlukan penanganan yang tepat bagi mereka yang menderita flu, terlebih bagi anak-anak.
Untuk dapat menyembuhkan flu, hal penting yang berperan tak lain adalah sistem imum atau daya tahan tubuh. Oleh karena itu, mereka yang terkena flu disarankan untuk banyak beristirahat agar kondisi tubuh pulih seperti sedia kala. Bila anak demam dengan suhu lebih dari 38,5 derajat Celcius, berikan obat penurun panas. Konsultasikan terlabih dahulu dengan dokter anak sebelum memberikan asetaminofen atau ibuprofen sebagai obat penurun panas. Jangan memberikan aspirin kepada anak karena dapat menimbulkan sindrom Reye (suatu kondisi berat yang mmenyebabkan gagal hati dan penurunan kesadaran).

Ingus yang keluar saat flu merupakan mekanisme tubuh untuk melawan virus yang tengah berkembang biak di rongga hidung dan sekitarnya. Terapi dengan cara menghirup uap panas dapat membantu menghilangkan gejala hidung tersumbat dan mempermudah pengeluaran lendir. Udara yang hangat dan lembab juga dapat membantu meredakan gejala flu yang dialami anak. Buat anak minum banyak cairan, terutama yang hangat. Sup hangat atau sari buah dapat diberikan. Perbanyak juga konsumsi air putih. Makan makanan bergizi agar kondisi tubuh cepat pulih. Anak yang terserang flu sebaiknya istirahat di rumah. Demam, batuk, dan ingus yang banyak keluar akan membuat anak merasa tidak nyaman.




Contoh obat:
FARNIREX GOLONGAN GENERIK
a. Mengandung : Paracetamol 650 mg, Phenylpropanolamine HCl 15 mg.
b. INDIKASI: Meringankan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, bersin-bersin.
c. KONTRA INDIKASI
 Gangguan jantung, Diabetes Mellitus.
 Hipersensitif terhadap obat ini.
 Gangguan fungsi hati berat.
 Sensitif terhadap simpatomimetik lain (misalnya efedrin, pseudoefedrin, fenilefrin).
 Hipertensi berat, sedang mendapat terapi anti depresan tipe penghambat Monoamine Oxidase.
d. PERHATIAN:
• Anak usia kurang dari 6 tahun, hamil dan laktasi.
• Gangguan jantung, Diabetes Mellitus.
• Gangguan fungsi hati dan ginjal, glaukoma, hipertiroid, hipertrofi prostat.
• Dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.
• Hipertensi atau punya potensi hipertensi atau stroke (misalnya pasien dengan berat badan berlebih atau lansia).
e. Interaksi Obat: Dengan penghambat Monoamine Oxidase, dapat mengakibatkan krisis hipertensi.
f. EFEK SAMPING: Mengantuk, gangguan pencernaan, gangguan psikomotor, takikardi, aritmia, mulut kering, palpitasi (rasa tidak nyaman yang diakibatkan denyut jantung yang tidak teratur atau lebih keras), retensi urine.
Kerusakan hati (dosis besar, terapi jangka panjang).
g. KEMASAN
Kaplet 10 x 10
h. DOSIS
Dewasa: 3kali sehari 1 kaplet.
Anak usia 6-12 tahun : 3 kali sehari ½ kaplet.


Obat flu yang tidak baik untuk anak:
Obat flu yang ada di pasaran kebanyakan mengandung pseudoefredin, yang bekerja sebagai dekongestan untuk mengatasi hidung tersumbat. Obat flu anak di pasaran juga mengandung pseudoefredin. Misalnya: pseudoefredin HCl. pseudoefredin (d-isoefedrin) adalah suatu stereo isomer efedrin. Bekerja sebagai sympathomimetic agent secara langsung merangsang reseptor adrenergik. Dalam klinis terfenadin menghilangkan gejala rinitis alergika seperti: bersin, rinore, rasa gatal disekitar hidung dan mata sedangkan gejala hidung tersumbat diatasi oleh pseudoefredin. Laporan kasus terbaru dari the Annals of Emergency Medicine, melaporkan akan adanya bahaya penggunaan obat flu yang dijual bebas, yang mengandung pseudoefredin. Karena dapat menyebabkan serangan jantung pada orang muda yang sehat.
Obat flu
Obat flu dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Antihistamin: klorpeniramin, difenhidramin, feniramin dan tripolidin.
2. Dekongestan: pseudoefedrin, efedrin, fenilefrin dan Phenylpropanolamine HCl.
Dekongestan bekerja dengan menimbulkan venokonstriksi (penyempitan pembuluh vena) dalam mukosa hidung sehingga mengurangi volume mukosa dan akhirnya dapat mengurangi penyumbatan hidung. Obat saluran nafas golongan Dekongestan digunakan dengan tujuan untuk memperlancar pernafasan di hidung. Bentuk sediaan yang tersedia bisa tablet lepas lambat, sirup dan drop, balsam, inhaler, tetes hidung atau semprot hidung. Untuk semprot hidung baiknya konsultasi dulu ke dokter.
Dekongestan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Dekongestan Sistemik: seperti pseudoefedrin, efedrin, dan fenilpropanolamin. Dekongestan sistemik diberikan secara oral (melalui mulut). Meskipun efeknya tidak secepat topikal tapi kelebihannya tidak mengiritasi hidung. Dekongestan dapat menimbulkan hipertensi khususnya pada pria dengan hipertrofi prostat dan lanjut usia. Dekongestan memiliki efek samping sentral sehingga menimbulkan efek samping takikardia (frekuesi denyut jantung berlebihan), aritmia (penyimpangan irama jantung), peningkatan tekanan darah atau stimulasi susunan saraf pusat

2. Dekongestan Topikal: digunakan untuk rinitis akut yang merupakan radang selaput lendir hidung. Bentuk sediaan Dekongestan topikal berupa balsam, inhaler, tetes hidung atau semprot hidung. Dekongestan topikal (semprot hidung) yang biasa digunakan yaitu oxymetazolin, xylometazolin yang merupakan derivat imidazolin. Karena efeknya dapat menyebabkan depresi Susunan saraf pusat bila banyak terabsorbsi terutama pada bayi dan anak-anak, maka sediaan ini tidak boleh untuk bayi dan anak-anak. Juga dari golongan kortikosteroid seperti beclomethasone dipropionate, budesonide, fluticasone propionate, momethasone furoate dan triamcinolone acetonide da dari golongan antihistamin yaitu azelatine HCl. Penggunaan Dekongestan topikal dilakukan pada pagi dan menjelang tidur malam, dan tidak boleh lebih dari 2 kali dalam 24 jam. Dekongestan topikal yang berupa tetes hidung digunakan dengan cara meneteskan obat ini ke dalam hidung.

3.
V. OBAT BATUK ANAK
Batuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan dapat ditimbulkan oleh pelbagai sebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak dibeberapa bagian dari tenggorokan (epiglotis, laring, trakea, dan bronki). Mukosa/selaput lendir ini memiliki reseptor yang peka untuk zat-zat perangsang (dahak, debu, peradangan), yang dapat mencetuskan batuk.
Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi.Jadi refleks batuk sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan saluran nafas terhadap benda asing, gas yang mengiritasi, allergen seperti bakteri dan virus. Dengan demikian, batuk merupakan suatu mekanisme perlindungan.


Jenis batuk dan pengobatan
1. Untuk batuk yang berdahak, Anda harus memilih obat batuk jenis eskpektoran. Obat batuk ekspektoran berguna dalam membantu mengangkat lendir ke atas, sehingga lebih mudah batuk dan lendir dapat dikeluarkan. Ada dua karakter eskpektoran, yakni sebagai pemecah lendir juga mencairkan lendir. Obat batuk ekspektoran juga biasa dikenal sebagai obat batuk hitam (OBH). Obat batuk mukolitik akan "memecah" (mengencerkan) lendir, membuatnya jadi tidak lengket, dan mudah dikeluarkan.

Beberapa ekspektoran yang dapat diperoleh tanpa resep dokter antara lain :
• gliseril guaiakolat
• amonium klorida
• bromheksin
• succus liquiritiae.
Gliseril Guaiakolat
1. Gliseril Guaiakolat dikenal juga dengan nama Guaifenesin.
2. Cara kerja obat : Mengencerkan lendir saluran napas.
3. Hal yang perlu diperhatikan : Anak di bawah usia 2 tahun dan wanita hamil jika menggunakan obat ini harus di bawah pengawasan dokter.
4. Aturan pemakaian :
- Dewasa : 200 - 400 mg setiap 4 jam.
- Anak-anak :
2- 6 tahun : 50 - 100 mg setiap 4 jam.
6- 12 tahun : 100 - 200 mg setiap 4 jam.

2 Batuk kering, Anda membutuhkan obat penekan batuk atau antitusif (bekerja dengan menekan rangsangan batuk di pusat batuk yang terletak di sumsum lanjutan (medulla)). Obat ini umumnya mengandung dekstrometorfan hidrobromida, noskapin dan difenhidramin HCI. Dosis anak 5-10 mg untuk pemakaian 3 kali sehari, sementara dewasa 10-20 mg untuk pemakaian 3 kali sehari.



Contoh obat:
a. DEXTRAL
Tiap kaplet : Dekstrometorfan HBr 10 mg, Fenilpropanolamin HCl 12,5 mg, Klorfeniramini Maleat 1 mg, Gliseril Guaiakolat 50 mg.
b. INDIKASI: Untuk meringankan batuk dan pilek.
c. KONTRA INDIKASI:
• Penderita yang peka terhadap obat simpatomimetik lain (misalnya Efedrin, Pseudoefedrin, Fenilefrin), penderita tekanan darah tinggi berat, dan yang mendapat terapi obat anti depresan tipe penghambat monoamin oksidase (MAOI).
• Penderita dengan gangguan jantung dan diabetes melitus.
d. PERHATIAN.
o Tidak boleh diberikan pada penderita yang peka terhadap obat simpatomimetik lain (misalnya Efedrin, Pseudoefedrin, Fenilefrin), penderita tekanan darah tinggi berat, dan yang mendapat terapi obat anti depresan tipe penghambat monoamin oksidase (MAOI).
o Tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan.
o Hati-hati penggunaan pada penderita tekanan darah tinggi atau yang mempunyai potensi tekanan darah tinggi atau stroke, seperti pada penderita dengan berat badan berlebih atau penderita yang telah berusia lanjut.
o Bila dalam 3 hari gejala tidak berkurang segera hubungi dokter atau unit pelayanan kesehatan.
o Hentikan penggunaan obat ini jika terjadi susah tidur, jantung berdebar, dan pusing.
o Hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal, glaukoma, hipertrofi prostat, hipertiroid, dan retensi urin.
o Tidak dianjurkan penggunaan pada anak berusia kurang dari 6 tahun, wanita hamil dan menyusui, kecuali atas petunjuk dokter.
o Selama minum obat ini tidak boleh mengendarai kendaraan atau menjalankan mesin.
o Hati-hati penggunaan untuk penderita yang lemah dan hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan).
o Dapat menyebabkan depresi pernafasan dan susunan saraf pusat pada penggunaan dengan dosis besar atau pada pasien dengan gangguan fungsi pernafasan (misal : asma, emfesema). Hati-hati penggunaan bersamaan dengan obat lain yang menekan susunan saraf pusat.
e. EFEK SAMPING
Mengantuk, gangguan pencernaan, gangguan psikomotor, tekhikardia, aritmia, mulut kering, berdebar, retensi urin.
f. KEMASAN
Kaplet 15 x 10 biji.
g. DOSIS:
 Anak berusia 6-12 tahun : 3 kali sehari ½ kaplet.
 Dewasa : 3 kali sehari 1 kaplet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar